"[WELLCOME]"."[bhernandz.blogspot.com]"

Rabu, 04 April 2012

EFEK GAME ONLINE

Seperti kita ketahui bersama, wabah game-game multiplayer online di Indonesia sudah mulai menjangkit para gamers di Indonesia. Wabah ini bias disejajarkan tingkat bahayanya dengan SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome). Bedanya kalau SARS bias mengakibatkan akhir dari kehidupan yang hakiki (alias meninggal, wafat, tewas, tidur yang tidak bangun-bangun lagi), sedangkan game multiplayer online bias mengakibatkan orang-orang tidak bias memiliki kehidupan normal lagi (baca: lupa tidur, lupa makan, lupa sama pacar, dan sejenisnya).

Walaupun konsekuensinya sedemikian ‘mengerikan’, tetap saja ada banyak orang-orang yang ‘nekat’ untuk terus bermain game secara online. Bukan itu saja, multiplayer gaming online ini juga dijadikan kambing hitam sebagai penyebab hilangnya ‘kemampuan’ beberapa orang dalam bermain game hit lainnya (baca: CS, Warcraft, dan lainnya). Tetapi, game-game multiplayer online ini juga memberikan nafas segar bagi gamecenter-gamecenter yang tadinya mulai menurun penghasilannya setelah CS berkurang peminatnya. Karena kini mereka juga bias menyewakan komputer untuk digunakan bermain game online lewat internet yang mereka suguhi.

Kebanyakan game multiplayer online ini membutuhkan interaksi di antara sesama pemain di dalam game itu. Nah, tak heran kalau kemudian di dalam game multiplayer itu sendiri terjadi hubungan-hubungan antar pemain yang dinamakan komunitas gaming online.

Selayaknya seperti komunitas-komunitas lainnya, komunitas pada gaming online ini juga menjadi sorotan dan sepatutnya juga memiliki aturan-aturan tersendiri. Saya mempunyai beberapa keluhan terhadap komunitas ini. Selama saya bermain di game online itu, saya menemui beberapa hal menjengkelkan yang sering ditemui di komunitas online Indonesia ini. Satu hal yang paling menjengkelkan yaitu banyaknya maling di dunia maya ini. Maksudnya maling di sini bukan ketika kita sedang asyik bermain tiba-tiba ada maling mengangkut komputer kamu. Rasa jengkelnya kurang lebih mirip, tetapi maksudnya maling di dunia maya itu adalah ketika kita sudah bersusah payah untuk mengalahkan satu monster untuk mendapatkan item yang dibawanya, tiba-tiba ada seseorang yang dengan gampangnya mengambil item tersebut sebelum kita sempat mengambilnya. Dan ketika kita menuntut untuk diberikan kepada kita, dia akan mengabaikan kita sambil berkata “siapa cepat dia dapat week”. Menjengkelkan bukan?

Lalu ada juga perilaku komunitas kita yang harus dirubah, yaitu kebiasaan ngomong kotor. Kalau kamu adalah seorang ayah/ibu/kakak yang memiliki anak/adik yang masih kecil, sebaiknya cegah mereka untuk memasuki dunia maya ini. Karena segala jenis kosa kata binatang-binatang, amatomi tubuh, dan hal-hal yang kurang indah akan sering diucapkan oleh komunitas online kita.

Selain itu ada juga kebiasaan orang-orang online untuk ‘nyampah’. Maksudnya bukan komunitas online itu gemar membuang sampah di dalam game, artinya lebih menyebalkan dari itu. ‘nyampah’ itu terjadi pada saat kita sedang giat-giatnya menyerang musuh (dan menerima serangan dari musuh itu), tiba-tiba dari jarak jauh ada sekelebat sinar yang menyambar musuh yang sedang kita serang yang mengakibatkan kematian pada musuh tersebut. Ternyata ada pemain lain yang ikut-ikutan menyerang musuh itu dari jauh, walaupun dia tahu kalau sebenarnya kita yang telah bersusah payah menyerang musuh itu. Akibatnya, experience yang seharunya kita peroleh menjadi miliknya. Kalau misalnya dia tidak sengaja masih bias dimaafkan lah, tetapi kebanyakan orang-orang itu seperti merasa tidak berdosa dan kemudian pergi tanpa minta maaf sedikit pun. Untungnya ada beberapa game online yang memberikan sistem ‘bagi pengalaman’ terhadap mereka-mereka yang turut berpartisipasi dalam mengalahkan musuh.

Lalu bagaimana cara memperbaiki perilaku komunitas gaming online di Indonesia yang menjengkelkan itu? Kita musti lihat dari awal dulu, darimana game online itu berasal. Game online itu sebenarnya awalnya adalah sebuah system chatting yang interaktif. Yang kemudian berkembang sehingga menjadi seperti sekarang ini. Sedangkan, chatting itu sendiri itu juga mempunyai aturan-aturan. Aturan-aturan yang seharunya juga diterapkan pada game online. Seperti misalnya ada program khusus di dalam game yang bias secara otomatis menyensor kata-kata kotor, atau bias ‘menghukum’ orang-orang yang berbicara kotor.

Kalau memperbaiki perilaku maling dan ‘nyampah’ tadi juga membutuhkan peran aktif dari para game master dari game yang bersangkutan untuk memberikan tindakan atau event-event khusus yang bias membuat para maling jera. Misalnya, pemain yang merasa barangnya diambil oleh orang lain bias mengadu ke polisi (yang dalam game sebenarnya adalah para game master atau bias juga para pemain yang diberikan kamampuan khusus), lalu maling tersebut ditangkap dan kemudian dibawa ke pengadilan yang dipilih oleh hakim yang sebenarnya adalah game master. Selain hal itu juga membuat game tersebut semakin menarik, hal itu juga bias secara tidak langsung mendidik komunitas gaming online itu untuk bersikap yang baik.

Kalau memang setelah hal-hal itu masih terjadi juga, berarti memang moral dari pemain-pemain itu yang sudah bobrok. Paling tidak bisa  terjadi peperangan di antar yang baik dan yang buruk. Memang semuannya itu kembali ke diri kita masing-masing, apakah kita itu mau dicap baik atau buruk? Setidaknya, semua ini ‘hanya terjadi di dunia maya bukan?




0 komentar:

Posting Komentar

 
Powered by Blogger